Serba-Serbi PP 23/2018 - Perlakuan dan Kewajiban WP PP46/2013 atau Tarif biasa ketika PP23/2018 terbit
Berlakunya Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 tidak serta merta dapat diaplikasikan pada semua Wajib Pajak. Terkadang ada kondisi tertentu yang membuat Wajib Pajak cukup bingung dalam pengaplikasiannya. Di artikel ini saya mencoba menguraikan permasalahan yang sering dialami Wajib Pajak sehungungan PP 23/2018 ini.
Kasus 1
Wajib
Pajak yang pada Januari s/d Juni 2018 dikenai PP46/2013, namun
berdasarkan PP 23/2018 yang berlaku mulai 1 Juli 2018 Wajib Pajak
tersebut tidak boleh menggunakan tarif PPh Final Peredaran Bruto
Tertentu.
Bagaimana pengenaan PPh Wajib Pajak tersebut? Apakah mulai Juli 2018 pakai mulai wajib mengangsur PPh 25, atau tetap menggunakan tarif sesuai PP 23/2018. Pertanyaan tersebut sebenarnya bisa ditelaah jawabannya pada Pasal 10 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 terutama pada Penjelasannya.
Berikut adalah contoh uraian asli yang diambil dari Penjelasan atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 pada Pasal 10
Berikut adalah contoh uraian asli yang diambil dari Penjelasan atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 pada Pasal 10
Penjelasan
Pasal 10
Firma AS melakukan kegiatan usaha jasa konsultan hukum yang dibentuk
oleh Tuan A dan Tuan S, yang berprofesi sebagai konsultan hukum. Firma
AS terdaftar sebagai Wajib Pajak sejak tahun 2017. Firma AS menggunakan
pembukuan berdasarkan tahun kalender.
Peredaran bruto yang diperoleh Firma AS:
a.Tahun 2017: Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);
b.Tahun 2018: Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah);
c.Tahun 2019: Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013,
Firma AS pada Tahun Pajak 2018 memenuhi syarat dikenai Pajak
Penghasilan final berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah tersebut.
Namun demikian Firma AS tidak memenuhi ketentuan untuk dikenai Pajak
Penghasilan final berdasarkan ketentuan Pasal 3 ayat (2) huruf b
Peraturan Pemerintah ini, meskipun peredaran bruto Firma AS tidak
melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Untuk Tahun Pajak 2018 Firma AS memenuhi kewajiban Pajak Penghasilannya sebagai berikut:
1.
Pada bulan Januari 2018 sampai dengan sebelum Peraturan Pemerintah
ini berlaku, Firma AS dikenai Pajak Penghasilan final dengan tarif 1%
(satu persen) berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 TAHUN 2013;
2.
Sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku sampai dengan bulan
Desember 2018, Firma AS dikenai Pajak Penghasilan final dengan tarif
0,5% (nol koma lima persen) berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah
ini.
Untuk Tahun Pajak 2019 dan seterusnya, atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh Firma AS dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif
Pasal 17 ayat (2a) atau Pasal 17 ayat (2a) dan Pasal 31E Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
End
Nah, sudah cukup jelas kan. Hal ini berlaku juga untuk contoh lain dengan kasus yang sama, semisal untuk Jenis Badan berupa Yayasan dimana di PP23/2018 ini sama sekali tidak beleh menggunakan tarif PPh Final atas Peredaran Bruto Tertentu sedangkan di PP46/2013 memperbolehkannya.
Kasus 2 Kasus ini mungkin bisa dibilang kebalikannya dari kasus 1 diatas.
Wajib Pajak dari masa Januari s/d Juni 2018 berdasarkan PP 46/2018 tidak termasuk yang dikenakan tarif PPh Final Peredaran Bruto Tertentu sehingga masih mengangsur PPh 25 bulanan (tarif KUP). Namun ketika PP23/2018 terbit, Wajib Pajak tersebut termasuk dalam kategori Wajib Pajak yang dapat dikenakan PPh Final Peredaran Bruto Tertentu. Bagaimana Wajib Pajak melakukan kewajiban pembayaran PPh-nya pada masa Juli 2018? Atas pertanyaan tersebut diatas, ada baiknya kita baca dulu Pasal 10 Bab VII Ketentuan Peralihan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan PP23/2018
Dari Pasal 10 PMK tersebut, dapat dijelaskan bahwa jika memenuhi ketentuan PP 23/2018, Wajib Pajak dapat memilih dikenai PPh sesuai KUP (Pasal 17) sepanjang Wajib Pajak menyampaikan pemberitahuan tertulis.
Jadi kalau tidak menyampaikan pemberitahuan tertulis, ya pake tarif sesuai PP 23/2018 (0,5%), selama per 1 Juli 2018 Wajib Pajak ternyata memenuhi syarat pake tarif PPh final tersebut.
Misal : Wajib Pajak Badan terdaftar baru tahun 2018 yang pada tahun pajak awal wajib menggunakan tarif Pasal 17 (PPh 25) berdasar PP 46/2013, tetapi menurut PP23/2018 sudah bisa menggunakan sejak awal daftar, maka sejak masa juli 2018 bisa pake tarif PPh final 0,5 %, ditahun 2019 juga bisa pake tarif PPh final, selama omset masih dibawah 4,8 M di tahun 2018.
Nah, beda lagi untuk Wajib Pajak yang per masa Juli 2018 masih tidak berhak menggunakan tarif PPh Final atas peredaran bruto tertentu.
Contohnya karena omset di SPT Tahunan 2017 sudah diatas 4,8 M, WP menggunakan mekanisme angsuran PPh 25 di Januari s/d Juni 2018. Ketika PP23/2018 berlaku di masa Juli 2018, Wajib Pajak tetap tidak berhak menggunakan tarif PPh final 0,5% karena omzet 2017 diatas 4,8 M. Tahun 2019 dst juga tetap tidak berhak menggunakan tarif sesuai PP 23/2018 karena ketika PP23 terbit WP sudah menggunakan mekanisme tarif Pasal 17 (PPh 25) sehingga tidak boleh lagi memakai tarif PPh final atas peredaran bruto tertentu.
Sekian, semoga bermanfaat.
Komentar